Woensdag 13 Maart 2013

JOGGGGGGGGJJJAAAAAAA

Jogja yang penuh misteri,,, Jogja yang sepi..... Tak ada yang istimewa dari Jogja ketika dulu kala selain satu-satunya wilayah yang bebas dari intervensi Belanda,,, tentunya ada sebab karena Sultan Hamangkubuwana 9 adalah teman sekolah Ratu belanda..... Bahkan beredar gosip secepat angin kalau Ratu Belanda Fall in Love dengan Sultan ke-9 nie sob..... Hmmm pasti pada jaman dulu Sultan nie ganteng yeeeee,,,,,

Eh, sebelum ke Sultan Hamangkubuwana ke-9 kita cari tau dulu nie Sultan Hamangkubuwana 1..... ( abaikan dulu Sultan Hamengkubuwana ke-9 mungkin yang ke-1 ga kalah gagah ),,,,, Saat itu Hamangkubuwana 1 mengangkat kapiten seorang Cina, Tan Jin Sing, pada tahun 1755 dan memiliki nama jawa Setjodingrat dan tinggal di ndalem Setjodingratan..... Perlahan namun pasti sekitar kawasan Setjodiningrat menjadi semacam komples pecinan..... Ini bisa dilihat dari rumah-rumah toko yang menjual barang-barang kelontong, emas dan pakaian..... Hal ini juga ditunjang karena tersingkirnya para pedagang tionghoa dari basis bisnis jogja kala itu di wilayah kotagede..... Tu kaNz yang ke-1 membuat kemajuan,,,,,

Beginilah kisahNya sob,,,,, “Malioboro adalah kanal bisnis bagi kelompok Tionghoa yang dimasa lalu memiliki sejarah hubungan naik turun dengan kekuasaan Kesultanan Yogyakarta..... Di Kotagede, kaum Tionghoa tidak diperbolehkan berdagang karena memang sudah ada mayoritas pebisnis pribumi seperti Kelompok Kalang dan Kelompok pedagan Muslim yang melingkar pada organisasi Muhammadijah..... Di tengah kota kelompok Tionghoa ini menjadikan Malioboro sebagai daerah modal untuk mengembangkan bisnisnya..... Perang Jawa tidak akan bisa lepas dari percaturan politik Tionghoa..... Tokoh seperti Tumenggung Secodiningrat..... Sejarah Secodiningrat adalah sejarah percampuran juga sejarah politik dan kebencian rasial..... Politik Cinta-Benci yang selalu menandai sejarah kekuasaan Jawa-Mataram ini ternyata mendapatkan tempat dalam cerita jalan Malioboro..... Di jaman Secodiningrat inilah jalan Malioboro menjadi saksi beberapa intrik keraton yang kemudian juga melibatkan ketidaksenangan Paku Alam terhadap peran Secodiningrat.”

Lanjut lagie nie Sultan Hamengkubuwana ke-1,,,,, Sekitar tahun 1916 kawasan pecinan yang berkembang di wilayah setjodiningratan yaitu sebelah timur kantor pos besar, mulai menjadi basis bisnis menyaingi wilayah kotagede..... Apalagi setelah dibangun pasar gedhe yang sekarang bernama pasar bringharjo dan mulai beroprasi tahun 1926 geliat ekonomi di kawasan ini mulai beranjak naik..... Padahal sebelumnya jalan ini hanyalah jalan biasa yang jarang dijamah kecuali sebagai tempat lewat menuju keraton.....

Kawasan Pecinan mulai meluas ke utara,,, sampai ke Stasiun Tugu yang dibangun pada 1887 dan Grand Hotel de Yogya (berdiri pada 1911, kini Hotel Garuda)..... Malioboro menjadi penghubung titik stasiun sampai Benteng Rusternburg (kini Vredeburg) dan Kraton..... Rumah toko menjadi pemandangan lumrah di sepanjang jalan ini..... Karena itu, secara kultural, ruang Malioboro merupakan gabungan dua kultur dominan, yakni Jawa dan Cina..... Hmmm banyak cina yaaa di Indonesia

Pusing Tugu Keliling 1755 Tugu Golong Gilig yang tingginya 25 m dibangun Sultan Hamengkubuwono ke-1 sebagai simbol miyos sinewaka..... 1867 ambruk diguncang gempa dahsyat yang dinamai “Obah terus pitung bumi”..... 1889direnovasi Belanda,,, dengan tinggi 15 m..... Makna tugu Golong Gilig sebagai simbol kekalahan Belanda jadi kabur..... Sampai sekarang maknanya belum dikemukakan.....

Maliboro yang berarti jalan bunga (mungkin untuk menghubungkan dengan pasar kembang disebelah utara),,, sebelum menjadi pusat niaga hanyalah jalan luji kebon..... Perkembangan malioboro selain ditunjang oleh bakat bisnis orang - orang tionghhoa juga ditunjang oleh posisi yang stretegis dalm filosofi garis imajiner Jogja..... muncul dan berdirinya bangunan-bangunan strategis juga berperan pada perkembangan Malioboro seperti pasar Bringharjo, Hotel Grand Jogja hingga Stasiun Tugu.....
Hingga kini Malioboro menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah intrik kehidupan Jogja..... Selain sejarah intrik dagang,,, Malioboro adalah saksi bisu penangkapan soekarno saat Agresi Miiter 2 Belanda,,, saksi pertempuran 6 jam..... Sampai sekarang di Malioboro juga menjadi pusat dari pemerintahan jogja dengan berdirinya kantor - kantor pemerintahan.....

Tapi nie sob,,, yang jarang terlintas dalam perkembangan sejarah Jogja adalah dunia sastra..... Dari sinilah dunia sastra Jogja mulai mengembangkan taring,,, dalam Antologi Puisi Indonesia di Yogyakarta 1945-2000 memberi judul “MALIOBORO” untuk buku tersebut,,, buku yang berisi 110 penyair yang tinggal dan pernah tinggal di yogyakarta selama kurun waktu lebih dari setengah abad.....

Selain itu sob, Malioboro memberi jejak tersendiri pada dunia sastra indonesia pada umumnya maupun Jogja pada khususnya..... Kisah ini terlihat saat tahun 1970-an, Malioboro tumbuh menjadi pusat dinamika seni budaya di Jogya..... Malioboro menjadi ‘panggung’ bagi para seniman ‘jalanan’,,, dengan pusatnya senisono.... Namun daya hidup seni jalanan ini akhirnya mandek pada 1990-an setelah gedung Senisono ditutup.....

Warisan ‘para seniman ini di Malioboro adalah ‘budaya lesehan’,,, yang lalu menjadi eksotisme dan merupakan daya jual kekhasan warung-warung di Malioboro..... Dalam konteks budaya,,, bangunan-bangunan bergaya Indies Hindia Belanda, Jawa dan Cina di kawasan ini mungkin masih menjadi peninggalan yang berarti, di tengah munculnya sejumlah bangunan baru bergaya modern, seperti Mal Malioboro.....

Malioboro adalah Sebuah jalan pada satu kota terdiri dari Jalan Pangeran Mangkubumi,,, Jalan Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani,,, Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta..... Yaitu kumpulan kenangan yang tergabung secara kolektif bagi penghuninya,,, Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas Jogja dan warung - warung lesehan di malam hari yang menjual makanan gudeg khas jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para Seniman - seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art, pantomim dan lain-lain disepanjang jalan ini..... di titik nol KM Jogja yang merupakan ujung selatan jalan malioboro,,, di situlah hingga kini “budaya  lesehan” para seniman masih terus berlanjut.....

Malioboro kini adalah Malioboro yang modern dan semrawut..... Tapi Malioboro tetap saja membuat rindu..... Hayooo yanx belum ke Malioboro kunjungi segera biar ga penasaran,,,,, Jangan Lupha oleh – oleh na yaaaaa di tungguuuuu Heee heee hee

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking