Jogja
yang penuh misteri,,, Jogja yang sepi..... Tak ada yang istimewa dari
Jogja ketika dulu kala selain satu-satunya wilayah yang bebas dari
intervensi Belanda,,, tentunya ada sebab karena Sultan Hamangkubuwana 9
adalah teman sekolah Ratu belanda..... Bahkan beredar gosip secepat
angin kalau Ratu Belanda Fall in Love dengan Sultan ke-9 nie sob.....
Hmmm pasti pada jaman dulu Sultan nie ganteng yeeeee,,,,,
Eh,
sebelum ke Sultan Hamangkubuwana ke-9 kita cari tau dulu nie Sultan
Hamangkubuwana 1..... ( abaikan dulu Sultan Hamengkubuwana ke-9 mungkin
yang ke-1 ga kalah gagah ),,,,, Saat itu Hamangkubuwana 1 mengangkat
kapiten seorang Cina, Tan Jin Sing, pada tahun 1755 dan memiliki nama
jawa Setjodingrat dan tinggal di ndalem Setjodingratan..... Perlahan
namun pasti sekitar kawasan Setjodiningrat menjadi semacam komples
pecinan..... Ini bisa dilihat dari rumah-rumah toko yang menjual
barang-barang kelontong, emas dan pakaian..... Hal ini juga ditunjang
karena tersingkirnya para pedagang tionghoa dari basis bisnis jogja kala
itu di wilayah kotagede..... Tu kaNz yang ke-1 membuat kemajuan,,,,,
Beginilah
kisahNya sob,,,,, “Malioboro adalah kanal bisnis bagi kelompok Tionghoa
yang dimasa lalu memiliki sejarah hubungan naik turun dengan kekuasaan
Kesultanan Yogyakarta..... Di Kotagede, kaum Tionghoa tidak
diperbolehkan berdagang karena memang sudah ada mayoritas pebisnis
pribumi seperti Kelompok Kalang dan Kelompok pedagan Muslim yang
melingkar pada organisasi Muhammadijah..... Di tengah kota kelompok
Tionghoa ini menjadikan Malioboro sebagai daerah modal untuk
mengembangkan bisnisnya..... Perang Jawa tidak akan bisa lepas dari
percaturan politik Tionghoa..... Tokoh seperti Tumenggung
Secodiningrat..... Sejarah Secodiningrat adalah sejarah percampuran juga
sejarah politik dan kebencian rasial..... Politik Cinta-Benci yang
selalu menandai sejarah kekuasaan Jawa-Mataram ini ternyata mendapatkan
tempat dalam cerita jalan Malioboro..... Di jaman Secodiningrat inilah
jalan Malioboro menjadi saksi beberapa intrik keraton yang kemudian juga
melibatkan ketidaksenangan Paku Alam terhadap peran Secodiningrat.”
Lanjut
lagie nie Sultan Hamengkubuwana ke-1,,,,, Sekitar tahun 1916 kawasan
pecinan yang berkembang di wilayah setjodiningratan yaitu sebelah timur
kantor pos besar, mulai menjadi basis bisnis menyaingi wilayah
kotagede..... Apalagi setelah dibangun pasar gedhe yang sekarang bernama
pasar bringharjo dan mulai beroprasi tahun 1926 geliat ekonomi di
kawasan ini mulai beranjak naik..... Padahal sebelumnya jalan ini
hanyalah jalan biasa yang jarang dijamah kecuali sebagai tempat lewat
menuju keraton.....
Kawasan
Pecinan mulai meluas ke utara,,, sampai ke Stasiun Tugu yang dibangun
pada 1887 dan Grand Hotel de Yogya (berdiri pada 1911, kini Hotel
Garuda)..... Malioboro menjadi penghubung titik stasiun sampai Benteng
Rusternburg (kini Vredeburg) dan Kraton..... Rumah toko menjadi
pemandangan lumrah di sepanjang jalan ini..... Karena itu, secara
kultural, ruang Malioboro merupakan gabungan dua kultur dominan, yakni
Jawa dan Cina..... Hmmm banyak cina yaaa di Indonesia
Pusing
Tugu Keliling 1755 Tugu Golong Gilig yang tingginya 25 m dibangun
Sultan Hamengkubuwono ke-1 sebagai simbol miyos
sinewaka..... 1867 ambruk diguncang gempa dahsyat yang dinamai “Obah
terus pitung bumi”..... 1889direnovasi Belanda,,, dengan tinggi 15
m..... Makna tugu Golong Gilig sebagai simbol kekalahan Belanda jadi
kabur..... Sampai sekarang maknanya belum dikemukakan.....
Maliboro
yang berarti jalan bunga (mungkin untuk menghubungkan dengan pasar
kembang disebelah utara),,, sebelum menjadi pusat niaga hanyalah jalan
luji kebon..... Perkembangan malioboro selain ditunjang oleh bakat
bisnis orang - orang tionghhoa juga ditunjang oleh posisi yang stretegis
dalm filosofi garis imajiner Jogja..... muncul dan berdirinya
bangunan-bangunan strategis juga berperan pada perkembangan Malioboro
seperti pasar Bringharjo, Hotel Grand Jogja hingga Stasiun Tugu.....
Hingga
kini Malioboro menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah intrik
kehidupan Jogja..... Selain sejarah intrik dagang,,, Malioboro adalah
saksi bisu penangkapan soekarno saat Agresi Miiter 2 Belanda,,, saksi
pertempuran 6 jam..... Sampai sekarang di Malioboro juga menjadi pusat
dari pemerintahan jogja dengan berdirinya kantor - kantor
pemerintahan.....
Tapi
nie sob,,, yang jarang terlintas dalam perkembangan sejarah Jogja
adalah dunia sastra..... Dari sinilah dunia sastra Jogja mulai
mengembangkan taring,,, dalam Antologi Puisi Indonesia di Yogyakarta
1945-2000 memberi judul “MALIOBORO” untuk buku tersebut,,, buku yang
berisi 110 penyair yang tinggal dan pernah tinggal di yogyakarta selama
kurun waktu lebih dari setengah abad.....
Selain
itu sob, Malioboro memberi jejak tersendiri pada dunia sastra indonesia
pada umumnya maupun Jogja pada khususnya..... Kisah ini terlihat saat
tahun 1970-an, Malioboro tumbuh menjadi pusat dinamika seni budaya di
Jogya..... Malioboro menjadi ‘panggung’ bagi para seniman ‘jalanan’,,,
dengan pusatnya senisono.... Namun daya hidup seni jalanan ini akhirnya
mandek pada 1990-an setelah gedung Senisono ditutup.....
Warisan
‘para seniman ini di Malioboro adalah ‘budaya lesehan’,,, yang lalu
menjadi eksotisme dan merupakan daya jual kekhasan warung-warung di
Malioboro..... Dalam konteks budaya,,, bangunan-bangunan bergaya Indies
Hindia Belanda, Jawa dan Cina di kawasan ini mungkin masih menjadi
peninggalan yang berarti, di tengah munculnya sejumlah bangunan baru
bergaya modern, seperti Mal Malioboro.....
Malioboro
adalah Sebuah jalan pada satu kota terdiri dari Jalan Pangeran
Mangkubumi,,, Jalan Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani,,, Jalan ini
merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta..... Yaitu kumpulan
kenangan yang tergabung secara kolektif bagi penghuninya,,, Jalan
Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan
kerajinan khas Jogja dan warung - warung lesehan di malam hari yang
menjual makanan gudeg khas jogja serta terkenal sebagai tempat
berkumpulnya para Seniman - seniman yang sering mengekpresikan kemampuan
mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art, pantomim dan
lain-lain disepanjang jalan ini..... di titik nol KM Jogja yang
merupakan ujung selatan jalan malioboro,,, di situlah hingga kini
“budaya lesehan” para seniman masih terus berlanjut.....
Malioboro
kini adalah Malioboro yang modern dan semrawut..... Tapi Malioboro
tetap saja membuat rindu..... Hayooo yanx belum ke Malioboro kunjungi
segera biar ga penasaran,,,,, Jangan Lupha oleh – oleh na yaaaaa di
tungguuuuu Heee heee hee
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking